Festival Budaya; Not Just An Ordinary Festival
Kalau membaca post yang satu ini, saya teringat dengan berbagai macam kenangan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah festival budaya berlangsung....
Pada postingan sebelum-sebelumnya, saya pernah menulis “festival budaya” yang akan diselenggarakan oleh satu angkatan saya di kampus. Akhirnya, tahap itu sudah saya lewati. Dalam waktu yang cukup singkat, satu setengah bulan, saya bersama teman-teman sekelompok dan sekelas mempersiapkan segala kebutuhan yang akan disuguhkan pada festival budaya. Kelompok saya mendapat kesempatan untuk mempresentasikan budaya Jerman, sedangkan kelompok satu lagi mempresentasikan budaya Inggris. Selama proses pengerjaan, apa yang saya yakini kali ini betul-betul terasa; proses merupakan bagian yang paling melelahkan sekaligus menyenangkan.
Usai UAS mata kuliah lain selesai, giliran saya bersama teman-teman mulai sibuk mengurus persiapan festival budaya. Kelompok Jerman bersama Inggris sudah memesan gapura untuk stand nanti. Yang satu ini sudah diurus dari jauh-jauh hari, jadi saya bersama teman-teman tinggal mengurus isi, kostum, dan penampilan kelas. Nah, untuk penampilan kelas, dua budaya yang berbeda ini disatukan dalam suatu pementasan, entah itu drama, tarian, nyanyian, atau lainnya. Kelas saya dari awal sudah merencanakan drama. Selain drama, masing-masing dari kelompok juga akan menyuguhkan tarian khas budayanya.
Kelompok kami mencari referensi tentang tarian khas Jerman. Akhirnya, kami menemukan sebuah tarian. Tetapi, kelompok kami lumayan jiper ketika melihat videonya, apalagi saya –saya turut menjadi penari dalam kesempatan kali ini. Percaya nggak percaya kan? –; penari perempuannya hanya berputar, tapi.... berputar terus! Selama tarian berlangsung, penari perempuannya berputar mengelilingi penari laki-lakinya dan membuat sebuah formasi. Awalnya, saya bersama kedua teman perempuan saya yang juga menari keberatan, tetapi setelah dicoba.... pusing! Asli, saya emang paling nggak tahan kalo disuruh muter-muter seperti itu. Akhirnya tarian itu diakali oleh kami semua dengan mengurangi putarannya.
Drama yang disuguhkan oleh kelas saya yakni komedi-romantis (kira-kira seperti itu), kisah seorang perempuan dari Inggris yang akhirnya menikah dengan pria Jerman. Dibalik itu semua, kelas saya mencoba memperkenalkan budaya Inggris dan budaya Jerman, serta bagaimana komunikasi lintas budaya terjadi diantara dua budaya tersebut. Selama latihan, memang sering diselingi oleh candaan, bahkan juga dengan pergantian pemain drama yang cukup banyak. Sementara itu, kelompok Jerman akhirnya menemukan satu tarian lain yang lebih “ringan” daripada yang muter-muter itu. Namanya Polka Dance. Tapi, gerakannya banyak banget! Nggak apa-apalah, justru lebih enak tarian yang satu ini, karena menurut saya penari laki-laki dan perempuannya bisa sama-sama gerak. Tarian ini juga jauh lebih ceria bila dibandingkan dengan tarian sebelumnya yang cenderung lebih berwibawa.
Selama proses latihan menari, sempat menemukan beberapa kesulitan dalam melakukan beberapa gerakan. Tetapi, semuanya tetap have fun. Awalnya, penari hanya ada tiga pasang, tetapi karena tarian yang satu ini tampaknya membutuhkan lima pasang sesuai dengan yang ditampilkan di video, akhirnya ditambahlah dua pasang penari lagi yang mau “turun tangan”. Penari-penarinya yakni saya dengan Bardan, Deva dengan Selly (sempat ada pergantian sebelumnya), Reily dengan Lis, Fendi (sempat ada pergantian sebelumnya) dengan Ute, dan Achwan dengan Tiffany Citra.
Dari yang penarinya nggak lengkap, kakinya Ute keseleo, ngulang terus-terusan tarian dari awal sampe keringetan pol, coba tariannya pake sepatu pantofel, sampai gladi resik, semuanya bener-bener terasa proses dan perjuangannya. Yang cukup berkesan buat saya, kami baru merampungkan seluruh tariannya H-2 lho. H-2. Rada deg-degan juga sih, tapi pas hari H-nya.... (to be continued di paragraf kedepan!)
Nggak hanya tarian, disini saya juga mengurus dekorasi. Oke, yang satu ini memang sebenarnya yang paling menguras tenaga, pikiran, dan segalanya. Seluruh dekorasi, khususnya untuk didalam stand, kelompok kami membuat semuanya sendiri. Saya dan Iman mencetak backdrop, mencari kain, dan mencari sepatu pantofel untuk saya ke Bandung. Wih, dari sore, saya dan Iman baru kembali lagi ke Jatinangor malam harinya dan langsung berkumpul kembali dengan teman-teman saya yang sedang latihan di Lapangan Kopma Unpad.
Selain itu, saya bersama Deva, Kevin, dan Bardan mencicil mengerjakan dekorasi lainnya, seperti lampu taman, properti drama, dan properti stand lainnya. Yang lain juga membantu mem-print gambar-gambar yang berhubungan dengan Jerman, membuat gantungan kunci, bros, dan bantal dari flanel untuk dijual di stand, dan memasak makanan yang nantinya akan disuguhkan kepada juri dan untuk dijual di stand juga (yang ini dilakukan H-1 malam harinya).
Sudah mendekati hari H, rasanya semakin tegang. Tidur sudah tidak nyenyak lagi; sudah memikirkan bagaimana nanti hari H mengenai penampilan, stand, dekorasi, dan lainnya. Pokoknya udah nggak karuan lagi pikirannya; bahkan sampai ada konflik. Bangun pagi, berangkat ke Lapangan Kopma, latihan drama dan tarian, menyiapkan dekorasi, membuat hiasan dari flanel, dan baru pulang larut malam.
Apalagi ketika membuat lampu taman, wah sangat menyita banyak waktu. Memang agak sulit membuatnya, terutama ketika memotong pola lampunya karena saya dan teman-teman membuatnya dari duplex (sejenis karton yang sangat tebal), lalu digabungkan, dicat dengan pylox, dan membuat tiangnya dari paralon. Dua buah lampu taman dikerjakan seharian, tetapi hasilnya sangat memuaskan.
Minggu, 1 Juli 2012
Pihak penyelenggara dan peserta Festival Budaya mengadakan pra-event Festival Budaya di Car Free Day Dago, Bandung. Di hari itu, dua orang ambassador dari masing-masing kelompok wajib hadir mengenakan pakaian khas budayanya dan mempromosikan Festival Budaya yang akan diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2012 di Unpad DU. Kelompok saya hanya diwakili satu ambassador, yakni Kevin, karena Regina sedang mengalami cedera pada ankle-nya. Sedangkan kelompok Inggris ada Tyo dan Mayanti. Dari kelompok Jerman, anggota yang juga ikut yakni Bardan (ketua kelompok Jerman), Deva, dan Saya. Dari kelompok Inggris, ada Nata, Aga, Caca, Panji, dan Hiji.
Banyak sekali anak-anak Fikom Unpad yang hadir, khususnya dari masing-masing kelas. Semuanya turut mempromosikan acara Festival Budaya dan ada juga yang menyebarkan selebaran berisi informasi tentang budaya masing-masing. Nggak hanya itu, saya turut mendokumentasikan pra-event tersebut.
Puncak “ketegangan” pun akhirnya terasa di H-1...
H-1 Festival Budaya, semuanya mulai sibuk. Sejak pagi, semuanya latihan lagi dan membuat beberapa properti. Sebelum membuat properti, kelompok Jerman dan Inggris melakukan latihan drama bersama. Hal yang bikin deg-degan waktu itu, properti belum rampung juga. Properti untuk dekorasi dibuat di Lapangan Kopma Unpad. Nggak terasa, siang hari tiba. Properti masih belum selesai. Saya yang belum membawa apa-apa untuk esok hari, pulang sebentar untuk membawa baju, properti yang masih ada di kostan, sepatu, dan lainnya. Yah, hari itu memang sedang hectic banget. Setelah pulang, kembali lagi mengerjakan properti. Beberapa teman saya juga ikut membuat properti.
Pukul tiga sore! Sudah saatnya saya bersama teman-teman berangkat ke Unpad DU untuk persiapan stand. Properti yang belum selesai harus lanjut dikerjakan disana. Sempat bingung mau naik kendaraan apa, karena sebelumnya hanya beberapa orang yang membawa motor. Akhirnya, kelas saya pun menyewa dua angkot untuk berangkat kesana. Sempat susah juga mencarinya, karena kebanyakan memasang tarif mahal. Setelah urusan transportasi beres, seluruh barang-barang untuk stand, properti drama, dan tas (banyak banget ternyata!) mulai dipindahkan ke dalam angkot. Sempat bingung juga saat mengaturnya, karena harus bisa membagi tempat untuk teman-teman duduk di dalam angkot.
Setelah urusan transportasi beres, saya bersama sahabat saya, Deva, berangkat ke Unpad DU dengan motor. Ada juga beberapa teman saya yang berangkat mengendarai motor. Setelah tiba di Unpad DU Bandung, ternyata.... Tenda belum terpasang sama sekali. Padahal, katanya sore-sore, tenda sudah mulai dipasang. Akhirnnya, daripada wasting time nunggu tenda jadi, saya dan teman-teman sekelompok langsung melanjutkan membuat properti untuk stand Jerman. Hingga pukul setengah 9 malam, tenda pun baru dipasang....
Hampir seluruh teman kelompok saya yang perempuan kembali ke rumah teman saya di Kiara Condong untuk membuat makanan, mengurus kostum, membuat asesoris yang akan dijual, dan lainnya. Akhirnya, di DU tinggal saya dan para cowo yang siap membantu membuat stand. Wah... ribetnya, pusingnya, stress-nya bukan main saat mengurus stand. Sempat juga emosi naik karena pusing mengakali dekorasi stand. Sampai jam setengah 4 pagi, gapura stand saya belum dipasang, karena orang yang memasang bergantian di stand kelompok lain. Lebih parahnya lagi, saat dipasang, tidak muat di stand kami karena kedua stand yang mengapit stand kelompok Jerman melebihi batas. Sempat ada usulan kalau stand kami dipindahan saja. Wah, saya yang saat itu sudah stress ampun-ampunan udah nggak tahu harus ngomong apa, karena dekorasinya baru saja rampung. Untung saja, stand saya batal dipindahkan.
Menjelang pukul lima pagi, saya dan Deva pergi ke kostan pacar teman kelompok saya, Fendi, untuk siap-siap. Nggak mungkin di jam yang sudah sangat mepet dengan jam pembukaan stand harus ke Kiara Condong untuk mandi, ganti baju, dan segala macemnya. Di kostan pacar teman saya, gantian juga siap-siapnya. Matahari sudah muncul, sudah mendekat ke jam 7 untuk pembukaan stand. Akhirnya, saya di-make up oleh teman saya, Monik, supaya di kampus DU nanti saya tinggal ganti baju.
Sudah beberapa hari kurang tidur dan di hari itu sama sekali belum tidur, saya hanya bisa berharap di hari H Festival Budaya, saya bisa fit dan menyelesaikan acara hingga akhir...
Akhirnya saya dan teman-teman saya kembali ke DU. Saya menunggu baju khas Jerman yang ada di teman saya. Saya deg-degan juga saat menunggu teman-teman saya dari Kiara Condong datang, karena waktunya mepet sekali dengan pembukan festival.
Yap! Akhirnya teman saya datang membawa baju beserta perlengkapannya. Saya langsung bergegas ganti baju, memakai sepatu pantofel dan kaos kakinya yang panjang. Setelah itu, saya dibantu untuk mengepang rambut saya dan.... make up lagi. (Jarang-jarang kan saya berpenampilan kayak gini. Hehehe)
Festival pun dimulai...
Festival Budaya angkatan 2011 pun dimulai. Semuanya bersorak ria membuka masing-masing stand. Semuanya mengenakan pakaian khas dari budaya masing-masing. Saat itu, lapangan parkir Unpad DU semarak dengan warna-warni budaya yang ada. Berbagai budaya dari berbagai negara direpresentasikan oleh seluruh mahasiswa Ilkom 2011. Ada beragam makanan, permainan, dan dekorasi yang ditampilkan dari tiap budaya.
Kelompok Jerman menyuguhkan makanan khas Jerman, seperti bratwurst. Lalu, kelompok Jerman juga mengadakan lomba minum (bukan minuman beer yang jadi ciri khas Jerman, ye!) selama beberapa detik sebanyak 1 pitcher, menjual asesoris khas Jerman, dan banyak lagi.
Nah, akhirnya waktu penampilan dari tiap kelas pun dimulai. Saya lupa waktu itu kelompok Inggris dan Jerman tampil jam berapa, tapi yang jelas saat kami tampil, cuaca sedang terik-teriknya. Seperti biasa, drama dari kelas saya dimulai dengan perkenalan dari narator. Setelah itu, drama berlangsung sambil menggunakan properti yang telah dibuat. Drama selesai, giliran kelompok Inggris menampilkan tariannya.
Dag dig dug.... Habis kelompok Inggris, kelompok Jerman langsung menampilkan tarian khasnya. Deg-degan? Nggak usah ditanya lagi! Apalagi, saya juga memikirkan sepatu pantofel saya yang bermasalah.
Jeng jeng jeng... Kelompok Jerman pun tampil. Baru beberapa menit menari...,
Sepatu kanan saya copot.
Copot lho, COPOT. Copotnya di tengah-tengah area panggung atau tempat kami tampil. Panik? PASTI! Paniknya dalam hati, tapi tergambarkan juga dari ekspresi saya waktu itu. Dalam hati saya memang sudah mewanti-wanti kalau sepatu pantofel saya ini bakalan copot. Sudah saya sumpel dengan kain, tetap saja lepas. Apa yang saya lakukan pertama kali? SENYUM. Saya nggak peduli sepatunya udah berada dimana, saya terus menari dengan senyum yang makin melebar (melebar karena malu, kaget, dan panik!). Saya pun akhirnya menyelesaikan tarian hanya dengan satu sepatu yang masih 'berbaik hati' menempel di kaki saya.
Pukul 5 sore, Festival Budaya pun berakhir...
Selesai sudah rangkaian festival yang menjadi acara terakhir Ilkom angkatan 2011. Meskipun kelompok dan kelas saya tidak mendapat juara atau apapun, saya sangat menikmati proses dan hasil dari acara ini. Jujur saja, saya tidak memikirkan masalah menang atau kalah, terbaik atau bukan. Saya hanya ingin menikmati masa-masa terbaik dengan teman sekelas saya sebelum kami semua berada di jurusan yang berbeda. Saya ingin bersenang-senang dengan teman-teman saya. Bagi saya, hal terbaik yang saya dapatkan dari festival ini adalah pengalaman, suka-duka, memori, dan perjuangan yang dilakukan bersama; Ilkom D.
Hari yang sangat tidak terlupakan.
Hari yang membuat saya mengeluarkan segala kemampuan agar hari itu bisa maksimal bersama kelompok Jerman. Hari yang membuat saya terus-terusan copot sepatu pantofel karena rasa pegal yang nggak ketolong lagi. Hari yang membuat saya berlatih mengatur emosi dan menghadapi masalah. Hari yang membuat saya dan teman-teman saya semakin dekat. Hari yang tidak mengizinkan saya untuk mengistirahatkan mata. Hari yang membuat saya dan teman-teman saya bergembira bersama.
Hari dimana saya dan teman-teman saya berjuang bersama sebelum berpencar ke jurusan yang dituju. (Hari itu juga, hari terakhir teman sekelas saya, Pram, menjadi mahasiswa Fikom Unpad. Ia kini melanjutkan studinya di STIS Jakarta)
Usai beres-beres, pulang ke Jatinangor dalam keadaan sempoyongan karena belum tidur 2 hari. Kemudian makan di Cafe Bunda dekat kostan demi mengisi perut yang keroncongan. Akhirnya setelah lapar hilang, saya bisa mendapat waktu tidur.
Terima kasih banyak, Ilkom D
Meskipun festival ini telah usai, saya harap semua kenangan dan pengalaman yang sudah kita rasain selama satu tahun ini nggak akan terlupakan. Meskipun sekarang sudah berbeda jurusan, senang rasanya kalau bertemu dengan kalian lagi. Lalu... saya nggak sabar untuk jalan-jalan lagi bersama Ilkom D!
0 comments