• Home
  • About
  • Contact
Powered by Blogger.
facebook twitter instagram Email

Curlnology


To be honest, I'm not a big fan of electronic dance music. I prefer musics like funk, jazz, rock, or disco from the 70s and 80s. Nowadays I only like few of the electronic groups, such as Clean Bandit (they combine the dance music with classic instrument like violin & cello!), LION BABE, and this one, Disclosure!

I was disappointed when I couldn't watch Clean Bandit live in Jakarta. They came to Jakarta last December 2015. Too bad at that time I couldn't afford the ticket (geez, the ticket for concert nowadays is getting more expensive!), but when I heard Disclosure would come to Jakarta for the second time, I had no doubt about it!

After working on some projects, finally I could buy myself a ticket to watch Disclosure. It also became a refreshment for me in the middle of working on my thesis. Well I heard about the announcement since last April. I thought it was the part of April Fool's joke since I knew it on April 1st. Even people on the internet also didn't believe it. I checked on Disclosure's official website, there's no schedule in Jakarta; mostly in US and other cities on May. Anyway, I saw there's pretty big gap between their gigs on last April to middle May. Hmm, I guessed they could be playing in my city among the dates.

Not so long after that, I read a comment on Disclosure's Instagram telling fans to check out their blog post. There it was, the official announcement of them coming to Jakarta! I was so excited. I wouldn't miss any chance to watch my favorite musicians.

They only played on DJ set, they didn't do the exact full performance. At first I was like, "Huh? Okay..." but I didn't mind! It's a rare occasion that they can play in Jakarta. I also know they'll play in Bali next August, but Jakarta is much closer. Of course I really want to see their real live performance like what I see on Youtube. Seeing Howard & Guy Lawrence playing on full set is amazing! It would be much greater if Sam Smith, Lorde, Gregory Porter, LION BABE, and Brendan Reilly perform with them, LOL.

The day was coming!

I watched Disclosure with my friend Petek, since she also liked them. We went from Bandung to Jakarta on May 4th, which was the date of the event. I thought it was okay if we went at 3 pm to Jakarta with estimated arrival time at 6 pm. Guess what? I was totally wrong. On 5 and 6 May there were two public holidays, which provided us 2 extra days for weekend; our weekend started from Wednesday night! Since we went to Jakarta after work hours, the traffic jam was insane! We arrived at 8 pm on Tanjung Priok Bus Station as the result. Then we took Gojek to go to Ecovention at Ancol, North Jakarta.

This event was held by DGTL_LVE. Besides Disclosure as the main guest star, there were also other famous DJs like Tchami from France, Dipha Barus and Bima G from Indonesia. Too bad I haven't heard their songs, except Tchami. I only listened to one of his song, so I couldn't review their performance since I didn't know much about them. Sorry!

The first performance was Bima G, followed by Dipha Barus then Tchami. I could say Tchami was awesome, even though I didn't really know his music. Many people cheered when he came and played for the next 1,5 hours.


HERE THEY ARE!

I was soooo excited seeing them in real life. I was lucky enough to stand really close to the DJ booth because I could see the performers better or at least I could breath properly here. When I saw what was going on behind me, wow it was so freaking crowded! All the audiences tried to be closer to the stage, and of course we only had small space to move there. They began their performance with their famous "When A Fire Starts to Burn", and the crowd instantly danced!

They played some songs that possibly not included in their albums but I recognized one, it was "Jump Hi" by LION BABE. I was so happy since LION BABE also a great electronic music group. After that, they played "Voices" and "F For You"! Yeah!! They remixed both of songs and they were so goooood.

After few songs, I noticed the very specific voice of Gregory Porter... They were starting to play "Holding On"!! It was SO GREAT! They played the original song, which was all I hoped that night because I could sing along! "Holding On" is one of my favorite songs in their latest album, Caracal.


Other songs were coming, they kept making the crowd dancing through the night. I remembered that Disclosure started to play at 1.30 am. It was so late but it didn't matter, though. Then they played more songs like "White Noise" and "Magnets". For the last song, the played "Latch"!!


Did they just end the night? Nope! After people chanted "We want more!", they didn't hesitate to play one more song. As the encore, "You & Me" was played by the Lawrence brothers. The special thing was, they played the remix version of You & Me by Flume. That version was totally dope. You can listen to the song here.

Overall I was so happy to watch Disclosure even though they only played on DJ set. The sound was amazing, the visualizations on every songs they played were super cool, and of course their performance were totally incredible. I hoped they could play Omen and January that night, but well they didn't. Maybe next time? I really wish I can watch them one more time, especially when they do live performance.

By the way, thank you to DGTL_LVE for bringing Disclosure to Jakarta!


Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Nggak kerasa ya beberapa minggu lalu sudah lewat aja tanggal 1 Januari. Makin ke sini kok rasanya pergantian tahun itu makin cepet ya? Hahaha. Tapi yang penting sih sebenarnya dari tahun-tahun yang sudah lewat dan akan datang, perlu ada introspeksi apakah target atau tujuan kita yang sudah direncanakan bisa berhasil terwujud atau nggak. Nah di tahun 2016 ini, ada semakin banyak goals yang ingin saya capai. Tapi goals yang sudah saya rancang ini sebenarnya memiliki satu tema besar, yaitu "time to upgrade". 

Bertambahnya tahun, bertambahnya usia, bertambah pula tanggung jawab yang saya pikul. Di awal tahun ini saya menargetkan bisa lulus sidang skripsi (AMIN!). Nah, setelah lulus nanti saya ingin fokus meng-upgrade diri saya; makin mandiri, menambah skill fotografi dan menulis, memperbaiki penampilan, memperbanyak olahraga, dan memperbaharui beberapa items yang saya miliki.

Berkaitan dengan items yang saya miliki, ada yang perlu ditambah nih, terutama yang berhubungan dengan hobi saya. Hobi utama saya antara lain memotret, menulis blog, dan jalan-jalan. Saya merasa sudah saatnya di tahun ini saya bisa memperbaharui apa yang sudah saya miliki sebelumnya. Saya pun sudah memiliki satu list berupa top 5 items yang bisa menunjang produktivitas saya.

Zaman serba online begini pastinya semakin mempermudah saya untuk melihat-lihat barang yang diinginkan di website-website tertentu. Ibaratnya kalau di dunia nyata itu seperti window shopping, hehehe. Nah salah satu website e-commerce yang sering saya kunjungi untuk melihat barang yang diinginkan serta memantau harganya ialah Lazada.co.id. 


Website ini menjadi tujuan untuk belanja online karena buanyak banget pilihan-pilihannya. Mulai dari barang-barang elektronik, parfum, sampai peralatan rumah tangga bisa ditemukan di sini. Sebelumnya saya sudah pernah berbelanja monopod dan lensa fish-eye di Lazada. Dari layanan hingga barang dikirim saya bisa katakan oke, jadi sudah terpercaya dan nggak perlu khawatir bakal terjadi macam-macam.

Sesuai dengan judul, ada top 5 items incaran saya nih yang bisa diperoleh di Lazada. Nah, apa aja sih top 5 items yang saya ingin peroleh dari Lazada Indonesia?

1. Sony Alpha A6000 16-50 mm (Black)


Setiap jalan-jalan atau di waktu senggang saya suka banget motret apa yang ada di sekeliling saya. Sebenarnya saya lagi mempelajari yang namanya street photography. Nah memotret di jalan atau di lingkungan tertentu itu bukan perkara mudah. Ada aja orang yang marah karena nggak suka difoto, bahkan ketika melihat kamera DSLR suka disangka wartawan. Memotret dengan DSLR sangat menarik perhatian orang sekitar. Ini saya alami beneran lho. Jadinya saya agak kesulitan untuk menenteng DSLR kemana-mana karena sangat mencolok tampilannya.

Kemudian hadirlah kamera mirrorless di pasaran. Menurut saya, bentuknya yang ringkas, kecil, dan body-nya nggak mencolok cocok banget digunakan untuk street photography. Kamera mirrorless yang satu ini sebenarnya sudah lama jadi incaran saya. Saya pernah nyoba dan langsung kepincut! Kamera 24.3 MegaPixel dengan sensor APS-C Exmor APS HD CMOS dan prosesor gambar BIONZ X ini menawarkan kualitas gambar yang juara. Lalu sensitivitas ISO-nya mencapai hingga 25600, tentu kamera ini tergolong optimal bila digunakan pada kondisi cahaya redup.

Kemudahan yang bisa saya peroleh dari kamera ini juga adalah hasilnya yang bisa dikirim dengan mudah ke smartphone yang saya miliki. Hanya dengan menggunakan aplikasi Play Memories Mobile (harus ter-install di smartphone-nya juga ya), saya bisa menransfer foto dari kamera mirrorless ini ke smartphone saya dalam sekejap. Nah karena itulah, Sony Alpha A6000 jelas masuk dalam jajaran top 5 items karena saya bisa lebih leluasa memotret di jalanan dan hasilnya mudah dikirim ke smartphone saya. Foto pun bisa langsung di-update di Instagram bila perlu, hahaha.

2. Takara Tripod Eco-193a (Black)


Sudah beberapa bulan ini saya lagi giat jalan-jalan, misalnya beberapa bulan lalu saya ke Singapura dan Pulau Bali. Kalau jalan-jalan saya lebih suka nggak bergerombol; waktu itu saya cuma pergi bersama ibu (saat ke Singapura) dan seorang kawan saya (saat ke Bali). Nah terkadang suka kesulitan sendiri kalau kami mau foto bareng, karena mau minta tolong sama siapa? Kalau lagi ada orang lalu lalang sih bisa aja. Kalau lagi nggak ada orang dan nggak ada tempat untuk meletakkan kamera, susah juga kalau mau foto berdua.

Selain itu, saat di Bali saya ingin banget memotret langit malamnya yang bertabur bintang. Lagi-lagi saya kesulitan karena memotretnya di pantai dan nggak ada tempat yang bisa dijadikan tumpuan untuk meletakkan kamera saya. Untuk memotret langit berbintang secara maksimal itu harus long exposure; shutter speed sangat lambat (bahkan dalam hitungan detik) dan kamera harus bener-bener stabil, nggak boleh goyang sama sekali. Alhasil waktu itu ditaruh di atas pasir dan diganjel pakai sendal supaya nggak goyang. Repot 'kan jadinya? Maka dari itu, saya butuh tripod yang ringan, compact, dan nggak ribet saat dipakai/dilipat. Tentunya saya akan sangat terbantu dengan adanya tripod yang ringan dan nggak ribet sehingga bisa saya bawa kemana-mana dengan mudah.

Saya memilih tripod dari Takara ini karena ringkas, lightweight, tetapi tetap kokoh dan stabil saat digunakan. Harganya pun tergolong murah lho di situs Lazada Indonesia karena mendapat diskon, jadi saya bisa mendapatkan tripod ini dengan harga Rp149.000,-.

3. ASUS Zenpad 8.0" 16 GB (Black)


Karena temanya "upgrade", saya ingin meng-upgrade frekuensi saya menulis di blog ini. Salah satu resolusi saya di tahun ini adalah saya ingin makin giat menulis di blog, diusahakan sebulan bisa menulis dua sampai lima tulisan. Kebetulan saya sering mendapat ide menulis saat sedang berpergian, jadinya harus disimpan dulu di pikiran dan barulah saat sampai di rumah atau di kostan saya tulis di laptop. Tapi cara itu sebenarnya nggak efektif, karena saya udah keburu lupa dan nggak mood mau nulis apa, hahaha. Saya juga nggak tiap hari bawa laptop saat berpergian karena berat banget. Kalau ngetik panjang di smartphone, aduh itu paling nggak nyaman karena size-nya kecil dan bikin mata saya jadi siwer.

Berhubung saya udah ngerasain gimana bandel dan awetnya si laptop, saya pun melirik versi tablet-nya dari ASUS, yakni ASUS Zenpad 8.0" 16GB. Kalau pakai tablet tentu akan lebih mudah saat perlu mengetik panjang. Saya juga nggak perlu berat-berat bawa laptop karena fungsi laptop bisa digantikan oleh tablet saat berada di luar rumah atau kostan. Kalau saya traveling ke luar kota dan ingin nulis cerita perjalanan saya, nggak perlu lagi nunggu sampai pulang. Ukuran layarnya juga pas, nggak begitu kecil dan nggak kebesaran juga. Jadi saya nggak boleh bikin alasan lagi seperti, "Ah entar aja di laptop nulisnya!" lagi deh. Ide yang muncul di pikiran pun bisa langsung ditulis di tablet ini.


4. Lowepro Photo Runner 100


Tas kamera ini termasuk dalam top 5 items saya karena modelnya yang simple dan nggak bulky. Soal kebutuhan tas kamera saya sebenarnya nggak rewel banget, yang penting gampang dibuka saat saya lagi buru-buru mau pakai kamera. Tas ini cukup memuat 1 DSLR dan 1 lensa. Karena bentuknya lebih condong memanjang ke samping, tas ini cenderung nggak gampang kesenggol orang. Biasanya kalau saya pakai tas kamera yang saya punya, setiap lagi motret lalu ada orang yang lewat, pasti deh tas saya kesenggol dan itu nggak enak banget rasanya.


5. Carolina Herrera 212 Women Eau De Toilette 100 mL 


Ini nih parfum yang jadi incaran saya juga. Sewaktu saya di lagi di Singapura, saya naksir banget sama wanginya, tapi sayang banget nggak kesampaian untuk beli. Jarang-jarang saya suka parfum yang top notes-nya itu floral; biasanya saya suka citrus atau agak musky. Kalau berdasarkan deskripsi yang saya baca di fragantica.com, top notes-nya adalah orange blossom, bergamot, dan mandarin. Kemudian heart notes-nya  floral, yang terdiri dari camellia, gardenia, dan lily. Lalu base-nya antara lain sandalwood dan bright musk. Menurut saya parfum ini wanginya seger banget. Berhubung agak susah nyarinya di offline store (dan nyari harga yang lebih miring tentunya), saya cukup surprised karena ada yang jual di Lazada. Otomatis parfum ini masuk ke dalam top 5 items saya!

Itu dia top 5 items saya yang ingin dibeli di Lazada. Semoga kalau ada rezekinya bisa kesampaian untuk memiliki semua barang dari list di atas serta meng-upgrade apa yang sudah saya miliki sebelumnya. Also wish me luck to win the Rp 325.000 voucher from ShopCoupons X Lazada Indonesia! 

See you on the other posts and have a pleasant day, fellas!


Ini adalah sebuah acara Kompetisi Blogger ShopCoupons X Lazada Indonesia. Yang diselenggarakan oleh ShopCoupons. Voucher Lazada disponsori oleh Lazada Indonesia.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

11 Oktober 2014
Kakunodatemachi Nishinagano, Senboku, Prefektur Akita

Pagi hari, saya bersama teman-teman menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar rumah okā-san. Lagi-lagi saya speechless ngeliat suasana di sekitar rumah okā-san; luas banget dan bener-bener asri! Foto di atas terletak di belakang rumah dan di sana hanya ada bukit plus pepohonan yang cukup banyak. Dari sini akan tembus menuju rumah kayu yang berada di atas bukit (rumah kayu yang kami sambangi sore kemarin).

Nah, habis mengelilingi kawasan rumah oka-san, kami diajak jalan-jalan nih sama okā-san. Wah diajak pergi ke mana ya?

Pertama, kami diajak makan sushi! 


Saya pribadi suka banget makan sushi, dan penasaran pengen ngerasain makan di kedai sushi langsung di Jepang, hehehe. Kami berenam lalu dibawa ke sebuah kedai sushi (saya nggak inget persis di mana, tapi kalau nggak salah deket mall-nya Akita deh). Karena tempat duduknya terbatas, kami akhirya terpecah ke dua 'kubu'. Saya duduk bersama okā-san dan Arina. Nah di sini saya mencoba untuk ngobrol sama okā-san.

Saat mau milih menu sushi, saya sempet nanya ke okā-san, "Kore wa nan desuka?" Lalu dibalas dengan kalimat yang saya nggak pahami, hahaha. Tapi untungnya oka-san masih menjelaskan dengan gerak tubuh dan setidaknya saya masih paham dengan maksud okā-san. Sambil ngobrol, sambil makan sushi. Nggak berasa kami bertiga aja udah menghabiskan sekitar 18 piring! Temen-temen lain yang duduk di seberang langsung kaget karena tumpukan piringnya tinggi banget.

Nah di sini saya juga merasakan pengalaman yang berbeda terkait makan di kedai sushi. Di sini, orang Jepang memakan sushi nggak pakai sumpit, tapi langsung pakai tangan. Lalu kalau untuk penggunaan kecap asin, wasabi, dan bubuk cabai harus benar-benar terpakai semua; jangan sampai tersisa. 

Pelayanan di kedai ini juga unik lho. Nggak ada yang namanya waitress di sini; pesan sushi tinggal pilih di layar sentuh yang ada di tiap meja. Kalau sudah memilih, ada opsi apakah mau pakai wasabi di dalam sushi-nya atau nggak. Setelah itu, nunggu pesanan, sushi kemudian datang diantar oleh kereta mini! Nah, ada lagi nih, kalau di Indonesia saya seringnya minum ocha sudah jadi. Kalau di sini, ocha dibuat sendiri oleh konsumen. Bubuk teh hijau (ocha) sudah tersedia, lalu di meja ada keran air panas untuk menyeduh ocha.

Beres makan sushi, kami nggak langsung pulang. Sekarang kami mau berbelanja di swalayan, karena belanja karena malam ini kami berenam akan masak makanan khas Indonesia untuk okā-san dan otō-san!

Belanja sudah selesai, kami kembali ke rumah oka-san. Namun sebelumnya kami mampir ke sebuah toko perkakas yang cukup besar di sana karena okā-san harus membeli titipan otō-san. Setibanya di rumah, kami pun bersantai sejenak sebelum memulai masak. Rencananya, kami akan memasak salah satu makanan yakni sayur sop (Sisanya saya lupa, I'm so sorry!).

Dari sore sampai menjelang malam kami sibuk memasak karena masakan kami akan disajikan untuk makan malam. Semuanya dipersiapkan, dan kami menikmati waktu yang sangat menyenangkan bersama okā-san dan otō-san.

Setelah acara makan malam usai, kami berenam beberes meja makan dan dapur. Lalu saya baru sadar di sana ada CD tape di dekat dapur, dan di dalamnya ada CD The Carpenters.

[Play]

Mengalunlah lagu "(They Long to Be) Close to You", yang sangat berkesan bagi saya. Sambil duduk di kursi goyang, mendengarkan di malam terakhir kami menginap di rumah okā-san dan otō-san...

Why do birds suddenly appear, every time you are near?
Just like me, they long to be close to you.
Why do stars fall down from the sky, every time you walk by?
Just like me, they long to be close to you...



12 Oktober 2014
Kakunodatemachi Nishinagano, Senboku, Prefektur Akita

Pagi kembali tiba, kami harus dihadapi kenyataan bahwa kami akan meninggalkan rumah okā-san dan otō-san. Sebelumnya saya sempat jalan-jalan bersama Cynthia dan Rie ke rumah kayu satu lagi yang berada di depan rumah okā-san dan otō-san (dari posisi saya memotret foto di atas, masih harus naik bukit lagi).

Packing, check! Sarapan, check!

Saatnya berhadapan salah satu momen yang cukup membuat kami sedih: berpisah dengan okā-san, karena ia tidak bisa ikut mengantar kami ke tempat berkumpul seluruh peserta JENESYS. Kami akan pergi bersama otō-san. Tentunya kami nggak lupa untuk berfoto bersama sebelum berangkat.




Saya bersama okā-san dan otō-san serta anjing peliharaan mereka, Hana. Hana lucu banget, untungnya anjing ras Shiba ini nggak galak, hahaha. (PS: saya sebenarnya deg-degan banget deket-deket sama Hana, karena takut banget sama anjing!)

Kami kemudian bergegas menuju lokasi titik kumpul seluruh peserta JENESYS, yakni di Grandeaile Garden. Di sini kami akan makan siang sekaligus menyelenggarakan farewell party dengan seluruh keluarga homestay yang terlibat.

Suasananya sangat ramai, karena sepenglihatan saya setiap peserta sudah sangat dekat dengan keluarga angkatnya. Bahkan ada sesi semua peserta dan keluarga homestay nari bersama diiringi lagu khas Indonesia dan itu bener-bener seru lho! Nggak ketinggalan pula, salah satu keluarga dari Jepang juga memberikan persembahan berupa tarian sebelum acara ditutup.



Nah, ini nih, salah satu momen yang tadinya ceria banget langsung berubah drastis. Saatnya seluruh keluarga angkat berpamitan dan kembali ke rumah. Kebanyakan pada terharu, tapi ada juga yang nggak bisa membendung air matanya. Jujur saya sama temen-temen awalnya berusaha untuk tegar *halah*, eeeh tapi kalo otak sama perasaan lagi nggak sinkron, udah deh reaksi tubuh nggak bisa dibohongin. Mata saya berkaca-kaca sampai nggak sanggup liat otō-san, soalnya otō-san udah mau pulang...

"Arigatou gozaimasu!"

Saya bersama teman-teman membungkukkan badan (sambil menyembunyikan mata yang udah berkaca-kaca, hehe), sangat berterima kasih atas kekeluargaan dan keramahan yang kami dapat bersama otō-san dan oka-san di waktu yang sangat singkat tersebut. Walaupun baru kenal dua hari, tapi rasanya berat banget untuk berpisah dengan mereka. But the program must go on, right?



Semua keluarga homestay sudah pulang, kami pun melanjutkan program yang harus diikuti. Lalu kami akan menginap di Highland Hotel Shunjuan Sanso untuk stay selama semalam sebelum kembali ke Tokyo pagi harinya. Tetapi yang paling penting, di sini kami menggodok project akhir kelompok yang akan dipresentasikan esok hari di Tokyo.

Pastinya project ini harus dipersiapkan dengan matang karena akan dipresentasikan di hadapan para pejabat JICE selaku penyelenggara program ini. Kelompok saya waktu itu akhirnya memutuskan membuat video sekaligus speech yang menjelaskan tentang hasil kegiatan, pengetahuan, dan temuan lainnya yang diperoleh selama beberapa hari sebelumnya.

Proses brainstorming ide dari 25 orang di dalam satu kelompok ini memang nggak gampang. Output project bisa ditentukan dengan mudah, tapi menentukan apa kontennya yang butuh proses panjang. Sebenarnya separuh dari konten sudah dibahas saat masih menginap di Akita, tetapi di sini lah saatnya mematangkan konsepnya.

Usai makan malam sekitar pukul 7, ruang meeting yang sebelumnya kami gunakan ternyata tidak bisa dipakai lagi. Akhirnya kami pindah ke lobby hotel untuk mengerjakan video beserta konten speech-nya. Saya inget banget, kami mengerjakan project ini sampai pukul 2 pagi. Itu sampai lampu lobby dimatiin semua sama stafnya. Akhirnya kami ngerjain sambil gelap-gelapan, mana waktu itu saya yang bikin video-nya; mata rasanya jureng banget ngeliat monitor laptop berjam-jam, plus suasana lobby yang gelap.

Intermezzo: Saya bisa makin banyak ngobrol dengan teman-teman sekelompok sambil mengerjakan project akhir. Sambil cerita, sambil beresin project.

Lalu saat saya istirahat sebentar, iseng-iseng ke luar di depan lobby hotel; d-i-n-g-i-n banget! Kalau nggak salah itu suhunya 8 derajat Celcius. Makin malam memang makin dingin, apalagi Akita lokasinya udah di bumi belahan utara.

Mata sudah lelah, badan pun sudah rentek. Kami yang tersisa akhirnya bisa istirahat setelah project selesai. Bisa dibilang kami hanya punya waktu 4 jam untuk tidur karena pagi-pagi sudah harus bangun untuk bersiap kembali ke Tokyo...


13 Oktober 2014
Tazawako Station, Prefektur Akita

Sekitar pukul delapan pagi, cuaca tampak mendung. Ternyata berdasarkan ramalan cuaca, hari ini cuacanya kurang bagus. Saya mulanya mendengar hanya terjadi di Tokyo, tetapi ternyata Akita juga demikian. Saat kami berada di Stasiun Tazawako untuk menaiki shinkansen menuju Tokyo, anginnya berhembus sangat kencang. Awannya pun sangat gelap. Saya khawatir di Tokyo nanti akan lebih parah...


Setibanya di Stasiun Tokyo, suasana gelap dan mendung sangat mendominasi. Bahkan sudah mulai turun hujan. Saya bersama rombongan lalu berjalan kaki dari stasiun menuju tempat parkir bus untuk menyambangi lokasi berikutnya.

Tokyo Fashion Town Building pun menjadi lokasi kami mempresentasikan project akhir sebelum menyelesaikan program JENESYS 2.0 Mass Media and Broadcasting Batch 4. Arsitektur gedungnya modern sekali. Di sana kami makan siang dahulu sebelum memulai sesi presentasi.

Fyuh, saatnya presentasi! Giliran presentasi ditentukan berdasarkan urutan grup. Saya tergabung dalam grup C, jadi kami akan maju di urutan ketiga. Waktu itu yang mewakili kelompok kami untuk memberikan speech adalah Shella, Billy, dan Firdha. Saya kebetulan menjadi operator untuk menyiapkan video yang sudah dibuat.


Presentasi akhirnya selesai! Acara pun ditutup dengan pemberian sertifikat kepada perwakilan kelompok serta sepatah kata dari perwakilan JICE. Kami tentunya senang bukan main, karena project akhir kami sudah rampung. Tapi tentunya ini menjadi pertanda bagi kami bahwa waktu kami di Tokyo tinggal satu hari lagi.

Saya bersama grup C pun berfoto bersama dengan pendamping grup kami yang sangaaat baik, yaitu Kawanishi-san dan Kajiya-san. Banyak momen seru dan kocak bersama mereka, dan tentunya kami pasti bakal clueless kalau nggak ada bantuan dari mereka.

Sayangnya, setelah sesi ini, Kajiya-san (yang rambutnya pendek, berdiri di tengah) akan berpisah dengan kami karena tugasnya sudah selesai. Selebihnya kami akan didampingi oleh Kawanishi-san yang sudah menemani kami semenjak hari pertama bertemu di hotel.

Usai meninggalkan Tokyo Fashion Town Building, seluruh rombongan mampir ke Daiei Shinurayasu dan MONA Shinurayasu, dengan tujuan makan malam serta membeli kebutuhan yang mungkin diperlukan saat pulang ke Jakarta. Setelah itu kami kembali ke hotel awal kami menginap, yakni Tokyo Emion Bay Hotel. Kami akan menghabiskan satu malam di sana sebelum berangkat ke Bandara Narita besok pagi. 

Too bad, badai melanda Tokyo malam ini, jadinya kami nggak diperbolehkan untuk keluar hotel...



Last Day
14 Oktober 2014
Bandara Internasional Tokyo Narita, Prefektur Chiba

I'm going to miss those moments in Japan. I'm going to miss those places I've visited.
Tokyo, Yokohama, Akita, oka-san, otō-san, Kajiya-san, Kawanishi-san,
everything.

6 sampai 14 Oktober 2014 akan menjadi hari yang sangat saya ingat. Hari-hari saya akhirnya meraih salah satu impian saya untuk menjajakan kaki di Jepang. Tak terhitung berapa banyak pengalaman dan cerita baru yang saya peroleh selama berada di sana. 

I am so grateful. Tanpa perjuangan apapun pasti saya nggak bakal bisa mendapat pencapaian seperti ini. Saya amat berterima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu selama menjalani program ini, mulai dari kampus, orangtua, kawan-kawan di kampus, staf Kemeninfo, panitia JENESYS 2.0, hingga teman-teman baru yang saya temui.

Semoga saya mendapat kesempatan lagi untuk menjelajahi Jepang lebih luas dan lebih mendalam.

Akita & Tokyo, you're always on my mind.




Share
Tweet
Pin
Share
No comments

10 Oktober 2014
Prefektur Akita

Sambil packing, saya sebenarnya agak deg-degan begitu tahu agenda hari ini. Kami akan berkunjung ke sebuah kawasan historis di Akita yang terkenal akan samurainya. Tapi setelah itu, 97 peserta yang ikut bakal dipecah ke beberapa kelompok kecil untuk menginap di rumah warga setempat!

Jadi dalam program JENESYS 2.0, ada jadwal khusus yakni homestay. Kami akan tinggal selama dua hari bersama keluarga asli Jepang yang tinggal di Akita. Deg-degan karena bener-bener nggak kebayang seperti apa nanti saat homestay bersama keluarga baru ini. But today would be sooo interesting!




Kakunodate Bukeyashiki
Distrik Senboku, Prefektur Akita

Kedatangan kami di sini ternyata disambut oleh Walikota Senboku, Kadowaki Mituhiro. Ia pun sempat memberi pidato di awal kunjungan kami di Kakunodate Bukeyashiki, tepatnya di Kaba Craft Densho-kan, sekaligus menceritakan tentang pariwisata di wilayah pemerintahannya. Kebetulan walikota yang satu ini humoris, di sela-sela pidato (setelah diterjemahkan) pasti ada aja gelak tawa dari peserta yang hadir.

Ngomong-ngomong apa sih Kakunodate Bukeyashiki? Sayangnya pertanyaan saya yang satu ini belum terjawab karena setelah mengikuti pidato, kami harus makan siang dulu di tempat yang cukup jauh dari kawasan bersejarah ini. Barulah habis itu saya bisa mengikuti tur keliling Kakunodate Bukeyashiki.




Perut sudah terisi, kami pun kembali ke Kakunodate Bukeyashiki. Saya bersama separuh grup C didampingi Kawanishi-san dan seorang pemandu wisata bersiap untuk mengobservasi kawasan ini. Kakunodate Bukeyashiki dikenal sebagai kawasan bersejarah karena ini adalah kompleks rumah para samurai.

Kakunodate menjadi salah satu kota kecil yang dijuluki "little Kyoto". Kota ini berdiri pada 1620, dipimpin oleh klan Satake pada zaman Edo . Biasanya pada awal September, kota ini mengadakan Festival Musim Gugur. Festival tersebut sudah berjalan selama lebih dari 350 tahun, lho.

Di kawasan ini tentunya akan mudah sekali melihat rumah-rumah samurai. Ada juga beberapa rumah samurai yang dijadikan museum, sehingga pengunjung bisa memasuki dan melihat ruangan yang ada di dalamnya. Tetapi memasuki sebagian rumah tersebut ada yang dipungut biaya, ada pula yang tidak perlu membayar alias gratis.

Setiap rumah memiliki pintu gerbang dan atap pintu depan rumah. Nah pemandu kelompok saya waktu itu sempat menyebutkan kalau gerbang dan atap pintu tersebut bukan sekadar ornamen rumah saja, tetapi menunjukkan status sosial penghuni. Semakin megah dan besar gerbang dan atapnya, maka semakin tinggi 'pangkatnya'.


Beres mengelilingi Kakunodate Bukeyashiki, kami semua melanjutkan jadwal kegiatan berikutnya. Inilah saat-saat yang bikin deg-degan... Bertemu dengan keluarga homestay!

Saya nggak tahu persis di mana tempatnya, tapi saya dan teman-teman dibawa ke sebuah gedung untuk bertemu dengan keluarga homestay kami. Ketika masuk, kami melihat para keluarga sudah hadir dan duduk menanti. Rasanya campur aduk, nggak sabar pengen bergabung sekaligus penasaran dengan siapa saya bakalan tinggal.

Tentunya tinggal bersama keluarga asli Jepang menjadi tantangan tersendiri bagi kami, termasuk saya. Kendalanya tentu di bahasa, kebanyakan keluarga di sini tidak bisa berbahasa Inggris. Jadinya harus pintar-pintar berkomunikasi non-verbal, lebih banyak menggunakan bahasa tubuh. Namun saat orientasi kami dibagikan buku saku panduan bahasa Jepang, jadi setidaknya bisa sedikit terbantu.

Saya sendiri sebenarnya ada basic bahasa Jepang karena sewaktu SMA saya belajar bahasa ini. Tapi sekarang saya cuma hapal huruf hiragana dan katakana, serta percakapan paling basic, seperti sapaan, ucapan terima kasih, dan beberapa pertanyaan dasar lainnya. Selebihnya? Waduh bablas, nggak ngerti sama sekali.

Kembali ke gedung. Saya akhirnya menerima lembar berisikan informasi dasar keluarga yang nantinya akan menjadi keluarga angkat saya di sana. Saya juga mengetahui teman-teman yang akan tinggal bersama saya; Arina, Anggie, Rie, Cynthia, dan Shella. Kebetulan semuanya adalah teman satu grup dan sudah kenal cukup baik dengan mereka.

Kami pun berkumpul, bertanya-tanya siapa yang menjadi keluarga angkat kami. Ketika sebagian besar kelompok lain sudah bergabung dengan keluarganya, saya masih belum menemui mereka. Sambil menunggu, saya juga melihat ada keluarga lain yang membawakan karton bertuliskan ucapan selamat datang untuk anak-anak mereka. Wah suasana waktu itu cukup riuh, menggembirakan karena bisa berbaur dengan keluarga baru di sini.

Kemudian sesosok wanita paruh baya menghampiri kami. Ah, ternyata itu orangtua angkat kami! Saya dan teman-teman senang akhirnya bisa bertemu dengan orangtua angkat kami di sini. Namun kami kembali terbentur kendala bahasa. Rasanya ingin sekali banyak nanya sama okā-san (baca: okaa-sang, sebutan ibu dalam bahasa Jepang), tapi karena okā-san nggak bisa berbahasa Inggris, jadilah saya (dan teman-teman juga mungkin) bingung mau ngomong apa, hahaha. Tapi grup saya beruntung dengan keberadaan Cynthia, karena ia fasih berbahasa Jepang.

Beres acara di gedung tersebut, kami pun berpisah sementara dengan teman-teman lainnya yang sudah bergabung juga dengan keluarga angkatnya. Saya dan teman satu kelompok mengikuti okā-san menaiki mobilnya. Kami pun berangkat menuju rumah okā-san!


Sampai sekarang saya nggak hapal jalur menuju rumah okā-san, karena kawasannya di sana cukup luas, udah gitu banyak belokannya. Mobil okā-san kemudian mengarah ke sebuah tempat yang agak cukup dalam bila hendak menuju jalan utama. Mobil pun berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar. Ah, ini pasti rumahnya okā-san. Setelah kami turun, kami tidak diajak masuk ke rumah tersebut, tetapi.... ke rumah di belakangnya!

Ini yang bikin takjub, karena setelah rumah okā-san, ada lagi rumah berupa penginapan dan rumah kayu. Di depannya? Wih, halaman luaaaas banget kayak bukit di program anak zaman baheula "Telletubies" plus ada sawah di sana. Saya sendiri bengong plus takjub ngeliatnya, hahaha. Bayangin, halaman seluas itu 'milik' keluarga okā-san! Di ujung bukit itu ada juga dua rumah kayu yang asik banget buat duduk santai.

Saat masuk ke rumah tempat kami menginap, saya suka banget sama desain interiornya. Rumah kayu ini sangat homey. Setelah menaruh tas dan segala macam bawaan, kami kemudian diajak oleh okā-san menuju rumah kayu yang berada di atas bukit. Di sana, kami berfoto bersama sambil menikmati hembusan angin sore yang sangat sejuk...





Saat kami semua berada di atas bukit, otō-san (baca: otoo-sang, sebutan ayah dalam bahasa Jepang) akhirnya datang menyusul. Akhirnya lengkap sudah kami menemui keluarga Sasaki. Jadi otō-san dan okā-san memang tinggal berdua saja saat ini, karena ketiga anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di tempat terpisah. Berarti selama dua hari ke depan, kami berenam bakal menemani dan membantu okā-san dan otō-san di rumah, hehehe.

Langit tampak makin gelap, kami pun kembali ke rumah. Ternyata okā-san akan menyiapkan salah satu hidangan khas Jepang yakni nabemono atau nabe. Nabe ini berupa hidangan yang disajikan di pot berupa kuah kaldu yang kemudian diisi beragam makanan; biasanya sayur, jamur, mie, hingga daging. Pastinya kami semua membantu okā-san untuk menyiapkan nabe. Di sinilah kami mulai belajar seperti apa sih keseharian warga Jepang asli; kali ini tentang masak-memasak, menghidangkan makanan, sampai belajar tata krama saat makan.



Itadakimasu! Selamat makan!

Nabe hasil racikan kami berenam bersama okā-san pun siap disantap. Pot nabe-nya ditaruh di atas tungku api yang terletak di tengah-tengah meja makan. Jadi kami berenam, okā-san dan otō-san duduk saling berhadapan sehingga kami bisa berinteraksi dengan mudah. Makan malam kali itu sangat beragam; nabe, buah-buahan, tempura, dan beberapa minuman tersaji di meja. Nggak jauh berbeda dengan kebiasaan di Indonesia, tentunya masyarakat di sini juga terbiasa dengan pangan nasi; nabe kami santap bersama dengan nasi putih.

Beres melahap nabe, kami semua pun mulai bercakap-cakap. Ini salah satu momen yang sangat berkesan, karena di sini kami semua bercerita tentang keluarga kami di Indonesia kepada otō-san dan okā-san, hingga menunjukkan foto-fotonya. Pastinya perbincangan seperti ini menjadi salah satu upaya mendekatkan diri dengan keluarga angkat kami di sini.

That day was so delightful. I couldn't wait for the next day, spending the whole day with okā-san and otō-san!



Share
Tweet
Pin
Share
No comments

9 Oktober 2014
Akita, Prefektur Akita

Ini hari perdana saya dan teman-teman memulai aktivitas di Akita. Pagi hari, kami menghadiri pidato dari Direktur Bagian Penerimaan Surat Pembaca Akita Sakigake Shinpo, Abumi Takachiyo di Akita City Cultural Hall. Akita Sakigake Shinpo ini adalah koran lokal yang beredar di wilayah Akita dan sangat dikenal di sana. Bahkan koran ini sudah berdiri sejak tahun 1874.

Takachiyo-san menceritakan tentang sejarah koran di Jepang serta seperti apa perkembangan Sakigake Shinpo khususnya di Akita. Tapi di sini saya dan teman-teman sebagai audiens juga diberi kesempatan untuk bertanya terkait topik yang dibicarakan.


Oh iya, selama berada di Jepang, saya dan teman-teman didampingi oleh pendamping grup. Selain menjadi interpreter, mereka lah yang berperan banyak mendampingi kami semua selama berada di sana. Grup C didampingi oleh Kawanishi-san dan Kajiya-san. Keduanya asli dari Jepang, tapi lancar ngomong bahasa Indonesia lho. Mereka juga baik banget. Saya ngerasain selama di sana, mereka bener-bener ngebantu kalau ada apa-apa.

Usai menyimak pidato, rombongan kami akan berangkat menuju tujuan berikut. Nah sebelumnya saya bilang kalau kami dipecah lagi ke dalam empat grup besar. Empat grup ini akan berpencar menuju stasiun televisi yang ada di Akita. Kebetulan grup saya, grup C akan menuju stasiun televisi Akita Asahi Broadcasting (AAB).



Akita Asahi Broadcasting (AAB)

Di sini, saya dan teman-teman diajak untuk berkeliling di studio siaran dan beberapa ruangan terkait proses siaran televisi di stasiun ini. Meskipun tergolong lokal, saya ngelihatnya sih peralatan di sini canggih-canggih. Saat berada di control room, kami sempat diberi kesempatan untuk mencoba mengetes bagaimana memilih gambar dari tiga kamera yang berada di studio. Selain itu kami juga sempat mencoba mengontrol kamera milik AAB yang terletak di bukit, lho!

Setelah mendatangi ruangan-ruangan tersebut, kami kemudian bertemu dengan salah seorang news anchor untuk AAB. Di sana, kami diberi kesempatan untuk bertanya apapun, misalnya tentang seperti apa target dan program-program mereka.




Villa Floral

Waktunya makan siang! Empat grup besar ini kembali bersatu. Sambil membawa suvenir lucu dari AAB, saya beserta grup lainnya kemudian bergegas untuk pergi makan siang. Tapi kali ini berbeda dari biasanya; ada pertemuan khusus sambil makan siang.

Kami semua mendatangi Villa Floral. Suasananya indah banget, bahkan bentuk vilanya pun unik. Ternyata, kami akan makan siang bareng mahasiswa dari Akita International University. Sambil makan siang, kami bisa ngobrol-ngobrol atau sharing apapun. Mahasiswanya pun berasal dari berbagai negara. Kebetulan saya dan beberapa teman satu meja bertemu dengan mahasiswa asal Jepang dan Taiwan.



Akita International University (AIU)

Para mahasiswa perwakilan Akita International University sudah mendatangi kami untuk makan siang. Nah sekarang giliran kami berkunjung ke kampus mereka. Begitu nyampe di sana, saya takjub lihat kampusnya. Sebelum berangkat, saya sempet browsing seperti apa sih AIU. Tapi saat lihat langsung pasti kesannya lebih terasa. Saya nggak sabar ingin lihat perpustakaannya, karena bangunannya keren banget.

Saya dan teman-teman mengikuti tur keliling kampus. Kami menjelajahi tiap bangunan yang ada di sana. Oh iya, kami juga sempat ikut pertemuan di sebuah aula, mendengar speech dari perwakilan AIU.

Akhirnya saya dapat kesempatan mengunjungi perpustakaan AIU. Ruangannya besar, dan saya nggak tahan lihat rak-rak bukunya; rapi banget! Perpustakaan ini cukup lapang, ruangannya besar dan langit-
langitnya pun kelihatan megah.



Bagi saya, hari ini menyenangkan. Ini kali keduanya saya bisa ikut "ngubek" stasiun televisi untuk melihat dapur pembuatan beragam program siaran mereka. Tentu melihat langsung seperti apa lokasi dan prosesnya menjadi nilai tambah untuk pengalaman. Selain itu saya juga bisa bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa di Jepang, yang pastinya bisa menambah lingkaran pertemanan saya.

Well maybe this seems so cheesy or most of you would say, "Yaelah biasa aja kali!", tapi di hari ini saya bener-bener seneng bisa ngerasain suasana musim gugur. Di berbagai tempat yang saya kunjungi, kebanyakan pohon-pohonnya sudah berwarna merah, kuning, jingga. Warna khas musim gugur. Kalau saya perhatikan belum terlalu banyak gugurnya, tapi warnanya itu lho, cantik banget. Berhubung di Indonesia cuma ada dua musim, ya harap maklum kalau saya seneng banget bisa ngerasain musim gugur di sini. It's too good to be true...


(To be continued...)




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

The Writer

The Writer

Categories

travel Trip Experiences thought photography Solo Travel Spain Study

Popular Posts

Instagram

@pspratiwi



Blog Archive

  • ▼  2019 (1)
    • ▼  October 2019 (1)
      • Accidentally Mixing Spanish & English!
  • ►  2018 (8)
    • ►  December 2018 (2)
    • ►  August 2018 (1)
    • ►  May 2018 (1)
    • ►  February 2018 (1)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (8)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  March 2017 (1)
    • ►  February 2017 (1)
  • ►  2016 (11)
    • ►  December 2016 (2)
    • ►  July 2016 (1)
    • ►  May 2016 (1)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  January 2016 (2)
  • ►  2015 (10)
    • ►  December 2015 (2)
    • ►  November 2015 (1)
    • ►  October 2015 (3)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  July 2015 (2)
    • ►  June 2015 (1)
  • ►  2014 (4)
    • ►  December 2014 (3)
    • ►  October 2014 (1)
  • ►  2013 (5)
    • ►  November 2013 (2)
    • ►  March 2013 (1)
    • ►  January 2013 (2)
  • ►  2012 (12)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (2)
    • ►  August 2012 (1)
    • ►  May 2012 (4)
    • ►  February 2012 (4)
  • ►  2011 (16)
    • ►  November 2011 (3)
    • ►  October 2011 (1)
    • ►  August 2011 (4)
    • ►  July 2011 (1)
    • ►  June 2011 (3)
    • ►  April 2011 (2)
    • ►  March 2011 (2)
  • ►  2010 (4)
    • ►  December 2010 (3)
    • ►  September 2010 (1)
  • ►  2009 (1)
    • ►  December 2009 (1)

Created with by ThemeXpose