Am I dreaming?
Am I still in real life?
Because until this moment, I STILL can’t believe I am stepping my feet on this country and going to live here for a year.
Waktu itu saya sedang berada di Bengkulu untuk liputan. Saat lagi nangkring di halaman depan hotel tempat menginap gara-gara susah sinyal internet, tetiba smartphone saya menerima e-mail baru. Wah, bahasa Spanyol dan dari UJA.
“Wah jangan-jangan pengumuman beasiswa nih????!!!!”
Saya yang lagi nyusun bahan tulisan hasil liputan pagi harinya, langsung panik buka e-mail. Saya makin nggak karuan ketika download file-nya karena lemot luar biasa. Setelah nunggu sekitar 30 menit, akhirnya saya bisa melihat file berukuran 42 mB itu.
Then I saw my name on it with my GPA and the name of study that I will take with 44 others succeeding applicants.
“Ini seriusan???”
Setelah nunggu dari bulan Februari, aplikasi beasiswa sekolah di UJA ternyata diterima. Pihak kampus baru mengumumkannya bulan Juli pertengahan. Saya bahkan udah pasrah kalo nggak dapat beasiswa itu karena merasa peluang saya kecil. Beasiswa master degree ini hanya menerima 45 orang dengan pilihan jurusan yang diinginkan. Ditambah lowongan beasiswa ini dibuka untuk siapapun, which is saingan saya adalah orang-orang dari seluruh dunia.
Berhubung yang tahu lamaran ini cuma beberapa teman dekat, saya langsung nelepon Petek untuk ngasih tahu. Kenapa nggak orang tua yang dikasih tahu pertama kali? Well, it’s kinda complicated. Lagian saya mau ngasih tahu ke mereka secara langsung. Saya gemeteran, ngobrol sama Petek dan bahkan nanya harus ngapain saking kaget dan paniknya, hahaha.
Kembali lagi ke Jakarta, saya pun memberi tahu orang tua saya kalau saya mendapatkan beasiswa studi master di Spanyol. Awalnya kaget, kok bisa Spanyol? Saya menjelaskan segala macam detail beasiswa itu dan akhirnya mengantongi izin orang tua untuk melanjutkan sekolah di sana.
Kok bisa dapet?
Siapapun yang punya mimpi besar kalau mau usaha dan kerja keras pasti bisa terwujud kok.
Saya memang punya mimpi untuk bisa sekolah di luar negeri. Lalu Spanyol jadi salah satu negara impian saya untuk didatangi. Waktu itu sekitar awal Januari saya lagi membuka FB page Kedutaan Besar Spanyol, saya melihat salah satu postingan bahwa Universidad de Jaén membuka program “Becas de Atracción del Talento para Estudios del Máster”. Setelah membaca informasi lebih lengkap, saya mulai mengumpulkan nyali dan memikirkan banyak pertimbangan untuk mengirim lamaran.
Syaratnya tergolong sederhana, tapi kalau dipikir-pikir saingannya dan tanggung jawabnya luar biasa. Untuk mempertahankan beasiswa, minimal nilai yang harus dikantongi selama masa studi yakni 90% dengan skala nilai di Spanyol adalah 10. Plus, seluruh aktivitas perkuliahan HANYA dalam bahasa Spanyol. Selain itu saya juga nggak begitu yakin apakah pihak kampus melihat korelasi studi saya yang pertama dengan studi yang akan diambil di UJA (more details soon!).
Kemudian semenjak Februari, saya sudah mulai belajar bahasa Spanyol sendiri menggunakan segala macam aplikasi dan buku pelajaran. Namun pada April saya memutuskan untuk mengikuti les bahasa Spanyol di LBI UI hingga akhir Juni. Belajarnya pun terlepas dari aplikasi beasiswa yang saya kirim; saya benar-benar ingin belajar bahasa baru.
Fast forward to July, I finally got the answer.
Jujur aja saya sempet ragu untuk menerima beasiswa ini. Saya harus mengirim lembar pernyataan yang sudah ditanda tangan bahwa saya menyetujui seluruh syarat sebelum sah menjadi penerima beasiswa. Kenapa ragu?
Bisa nggak saya ngebut belajar bahasa Spanyol dalam beberapa bulan sebelum perkuliahan dimulai?
Ini saya beneran bisa atau ini semacam suicide mission?
Bisa nggak saya survive di negeri orang lain?
Do I really want to take this scholarship?
Do I brave enough to get out from my comfort zone?
What if I cannot accomplish the standard of the scholarship?
Saya mikirin ini sampe nggak bisa tidur beberapa hari, ditambah pressure untuk segera mengirimkan surat itu karena saya harus segera mengurus aplikasi visa. Berdasarkan beragam pertimbangan, akhirnya saya menandatangani surat itu dan menerima surat sakti dari kampus alias Letter of Acceptance. Por fin!
Ngurus visanya gimana? Wah.
Saya sampai speechless ngebayangin ulang proses mengurus syarat-syarat visa yang dibutuhkan waktu itu. Stress? Bangetbangetbanget. Saya harus nyiapin syarat visa dari 25 Juli sampai 10 Agustus, karena saya menargetkan untuk datang ke Kedubes Spanyol pada 11 Agustus. Bisa dibilang ini salah satu momen paling hectic, gila-gilaan, rumit, dan melelahkan selama 23 tahun hidup. Nggak bohong.
Harus bolak-balik Jakarta-Nangor-Bandung-Jakarta beberapa kali, ngurus legalisasi di beberapa kementerian, urus translasi, urus rekening koran bank, wara-wiri ke mana-mana pakai motor (tambah kena macet dan ban bocor ya), plus kerjaan lagi numpuk parah, dan lain-lain. Wah dramanya ampun-ampunan deh, rasanya pengen jungkir balik. Sampai akhirnya bisa ngelihat visa nempel di salah satu halaman paspor tuh rasanya lega banget.
I tell you what, this is not f*cking easy to achieve.
Untuk proses gimana cara urus visa, di post berikutnya saya mau cerita lagi, apalagi puanjaaang prosesnya. Nyari info soal gimana mengurus aplikasi visa studi di Spanyol di Google pun tergolong susah. I hope those posts will help you who want to apply student visa especially for Spain.
I would like to thank all my friends for such great support while I was ranting about how hard my visa application was. Petek, Ganda, Harith, Ani, Indah, muchas gracias. My parents also, sorry for not telling you at first because I didn’t want to bother you both but thank you so much for the full support.
I also would like to thank Kak Putri (again, sorry for contacting you through FB Messenger all of sudden while I was in panic mode after receiving the e-mail, hahaha) for all the help and patience for answering all my questions related my study visa application, then Mirtha as fellow survivor to be new students in Jaén.
For my former lecturers and boss, thank you for supporting and allowing me to take this scholarship. This means a lot to me. Also some of my friends who listened to my “curhat singkat dadakan” when we met.
Nothing comes so easy. All the difficulties, you gotta conquer them all, from the smallest to biggest thing. Incluso cuando alguien te rompe tu corazón. If you’re sure about yourself and brave enough to take the challenge, what are you waiting for?
¡Hasta luego, amigos!
Am I still in real life?
Because until this moment, I STILL can’t believe I am stepping my feet on this country and going to live here for a year.
***
Waktu itu saya sedang berada di Bengkulu untuk liputan. Saat lagi nangkring di halaman depan hotel tempat menginap gara-gara susah sinyal internet, tetiba smartphone saya menerima e-mail baru. Wah, bahasa Spanyol dan dari UJA.
“Wah jangan-jangan pengumuman beasiswa nih????!!!!”
Saya yang lagi nyusun bahan tulisan hasil liputan pagi harinya, langsung panik buka e-mail. Saya makin nggak karuan ketika download file-nya karena lemot luar biasa. Setelah nunggu sekitar 30 menit, akhirnya saya bisa melihat file berukuran 42 mB itu.
Then I saw my name on it with my GPA and the name of study that I will take with 44 others succeeding applicants.
“Ini seriusan???”
Setelah nunggu dari bulan Februari, aplikasi beasiswa sekolah di UJA ternyata diterima. Pihak kampus baru mengumumkannya bulan Juli pertengahan. Saya bahkan udah pasrah kalo nggak dapat beasiswa itu karena merasa peluang saya kecil. Beasiswa master degree ini hanya menerima 45 orang dengan pilihan jurusan yang diinginkan. Ditambah lowongan beasiswa ini dibuka untuk siapapun, which is saingan saya adalah orang-orang dari seluruh dunia.
Berhubung yang tahu lamaran ini cuma beberapa teman dekat, saya langsung nelepon Petek untuk ngasih tahu. Kenapa nggak orang tua yang dikasih tahu pertama kali? Well, it’s kinda complicated. Lagian saya mau ngasih tahu ke mereka secara langsung. Saya gemeteran, ngobrol sama Petek dan bahkan nanya harus ngapain saking kaget dan paniknya, hahaha.
Kembali lagi ke Jakarta, saya pun memberi tahu orang tua saya kalau saya mendapatkan beasiswa studi master di Spanyol. Awalnya kaget, kok bisa Spanyol? Saya menjelaskan segala macam detail beasiswa itu dan akhirnya mengantongi izin orang tua untuk melanjutkan sekolah di sana.
***
Kok bisa dapet?
Siapapun yang punya mimpi besar kalau mau usaha dan kerja keras pasti bisa terwujud kok.
Saya memang punya mimpi untuk bisa sekolah di luar negeri. Lalu Spanyol jadi salah satu negara impian saya untuk didatangi. Waktu itu sekitar awal Januari saya lagi membuka FB page Kedutaan Besar Spanyol, saya melihat salah satu postingan bahwa Universidad de Jaén membuka program “Becas de Atracción del Talento para Estudios del Máster”. Setelah membaca informasi lebih lengkap, saya mulai mengumpulkan nyali dan memikirkan banyak pertimbangan untuk mengirim lamaran.
Syaratnya tergolong sederhana, tapi kalau dipikir-pikir saingannya dan tanggung jawabnya luar biasa. Untuk mempertahankan beasiswa, minimal nilai yang harus dikantongi selama masa studi yakni 90% dengan skala nilai di Spanyol adalah 10. Plus, seluruh aktivitas perkuliahan HANYA dalam bahasa Spanyol. Selain itu saya juga nggak begitu yakin apakah pihak kampus melihat korelasi studi saya yang pertama dengan studi yang akan diambil di UJA (more details soon!).
Kemudian semenjak Februari, saya sudah mulai belajar bahasa Spanyol sendiri menggunakan segala macam aplikasi dan buku pelajaran. Namun pada April saya memutuskan untuk mengikuti les bahasa Spanyol di LBI UI hingga akhir Juni. Belajarnya pun terlepas dari aplikasi beasiswa yang saya kirim; saya benar-benar ingin belajar bahasa baru.
Fast forward to July, I finally got the answer.
***
Jujur aja saya sempet ragu untuk menerima beasiswa ini. Saya harus mengirim lembar pernyataan yang sudah ditanda tangan bahwa saya menyetujui seluruh syarat sebelum sah menjadi penerima beasiswa. Kenapa ragu?
Bisa nggak saya ngebut belajar bahasa Spanyol dalam beberapa bulan sebelum perkuliahan dimulai?
Ini saya beneran bisa atau ini semacam suicide mission?
Bisa nggak saya survive di negeri orang lain?
Do I really want to take this scholarship?
Do I brave enough to get out from my comfort zone?
What if I cannot accomplish the standard of the scholarship?
Saya mikirin ini sampe nggak bisa tidur beberapa hari, ditambah pressure untuk segera mengirimkan surat itu karena saya harus segera mengurus aplikasi visa. Berdasarkan beragam pertimbangan, akhirnya saya menandatangani surat itu dan menerima surat sakti dari kampus alias Letter of Acceptance. Por fin!
Ngurus visanya gimana? Wah.
Saya sampai speechless ngebayangin ulang proses mengurus syarat-syarat visa yang dibutuhkan waktu itu. Stress? Bangetbangetbanget. Saya harus nyiapin syarat visa dari 25 Juli sampai 10 Agustus, karena saya menargetkan untuk datang ke Kedubes Spanyol pada 11 Agustus. Bisa dibilang ini salah satu momen paling hectic, gila-gilaan, rumit, dan melelahkan selama 23 tahun hidup. Nggak bohong.
Harus bolak-balik Jakarta-Nangor-Bandung-Jakarta beberapa kali, ngurus legalisasi di beberapa kementerian, urus translasi, urus rekening koran bank, wara-wiri ke mana-mana pakai motor (tambah kena macet dan ban bocor ya), plus kerjaan lagi numpuk parah, dan lain-lain. Wah dramanya ampun-ampunan deh, rasanya pengen jungkir balik. Sampai akhirnya bisa ngelihat visa nempel di salah satu halaman paspor tuh rasanya lega banget.
I tell you what, this is not f*cking easy to achieve.
***
Untuk proses gimana cara urus visa, di post berikutnya saya mau cerita lagi, apalagi puanjaaang prosesnya. Nyari info soal gimana mengurus aplikasi visa studi di Spanyol di Google pun tergolong susah. I hope those posts will help you who want to apply student visa especially for Spain.
***
I would like to thank all my friends for such great support while I was ranting about how hard my visa application was. Petek, Ganda, Harith, Ani, Indah, muchas gracias. My parents also, sorry for not telling you at first because I didn’t want to bother you both but thank you so much for the full support.
I also would like to thank Kak Putri (again, sorry for contacting you through FB Messenger all of sudden while I was in panic mode after receiving the e-mail, hahaha) for all the help and patience for answering all my questions related my study visa application, then Mirtha as fellow survivor to be new students in Jaén.
For my former lecturers and boss, thank you for supporting and allowing me to take this scholarship. This means a lot to me. Also some of my friends who listened to my “curhat singkat dadakan” when we met.
***
Nothing comes so easy. All the difficulties, you gotta conquer them all, from the smallest to biggest thing. Incluso cuando alguien te rompe tu corazón. If you’re sure about yourself and brave enough to take the challenge, what are you waiting for?
¡Hasta luego, amigos!
0 comments