Santolo, Cilautereun, Sayang Heulang
Sabtu & Minggu, 19 & 20 Mei 2012
Perjalanan yang satu ini bagi saya sangat berkesan.
Ini merupakan perjalanan saya yang paling mendadak. Saya ditelepon oleh salah satu teman saya yang akan berangkat ke Pantai Santolo (Pamengpeuk, Garut, Jawa Barat) pukul dua pagi untuk liputan disana. Mereka mengajak saya untuk ikut ke pantai. Kebetulan yang liputan itu hanya ada tiga perempuan. Saya sebenarnya ingin sekali kesana dari jauh-jauh hari, tapi disaat yang sama juga saya masih bersama orang tua saya yang datang dari Jakarta. Selain itu, saya juga harus mengerjakan laporan penelitian dari suatu mata kuliah yang deadline-nya pada hari Senin.
Sabtu, 19 Mei 2012
Baru saja saya sampai di Jatinangor dari Bandung pukul 21.30, saya langsung menyiapkan tas dan membawa kaos serta "senjata" andalan saya. Mengapa? Saya rasa ini kesempatan yang sangat jarang, karena saya sempat berpikir untuk berangkat sendiri. Jauh di hari sebelumnya saya sudah dijanjikan untuk berangkat kesana, tetapi entah lah. Sekarang itu hanya janji yang tidak patut diharapkan, apalagi ditagih. Jadi, saya memutuskan untuk ikut teman-teman saya yang akan liputan kesana. Saya disana hanya numpang ikut dan liburan sejenak, sekalian hunting foto, hehehe. Tapi saya juga nemenin mereka disana.
Saya berangkat ke kost teman saya yang nggak terlalu jauh dari kost saya. Disana saya numpang mengerjakan tugas laporan penelitian. Saat itu pukul sepuluh malam dan saya mengerjakan tugas itu sampai pukul setengah tiga malam lewat. Waktu itu ada Ute, yang tidak bisa tidur disaat Mayanti dan Marin tidur, menemani saya mengerjakan tugas sambil ngobrol.
Minggu, 20 Mei 2012
Nah, rencananya kami akan berangkat pukul tiga pagi. Saya baru selesai mengerjakan tugas, merem sebentar, eh udah jam tiga pagi aja. Saya dibangunkan oleh ketiga teman saya yang sudah bersiap-siap. Saya langsung bangun dan mengambil jaket serta tas saya. Malam itu sangat dingin lho. Dengan keadaan mata kiyep-kiyep, saya dan ketiga teman saya keluar kost untuk menunggu mobil yang akan mengantar kami semua ke Pantai Santolo. Ternyata, ada satu teman saya lagi yang ikut, Awa. Dia satu-satunya laki-laki yang ikut, berhubung sisanya perempuan dan dia bisa dibilang turut menjaga kami, para perempuan. Semuanya sudah berkumpul, tetapi mobil baru datang pukul setengah empat pagi. Akhirnya kami berangkat menuju Garut kemudian ke Pantai Santolo.
Di awal perjalanan, masih baik-baik aja. Berhubung jalanan sepi, kendaraan dipacu cukup cepat. Kemudian saat memasuki kawasan Garut, jalanan mulai berubah. Awalnya jalanan masih lurus lempeng dan tidak berkerikil. Saya tidur sebentar saat itu, lalu saat saya terbangun, saya sudah melihat gunung yang diselimuti kabut tebal dan jalanan yang sangat... berkelok. Jujur saja, saya paling nggak tahan kalo jalanannya berkelok-kelok parah seperti itu. Ditambah lagi supir yang membawa mobil yang kami tumpangi kurang enak dalam menyetir. Ngerem terlalu dalam dan saat belok terasa sangat kasar. Alhasil, apa yang terjadi pada saya? Saya pun akhirnya mendapat "jackpot"! Bukan hanya sekali, tetapi... empat kali!"Jackpot" yang sangat menyiksa badan. Ditambah pula dengan keadaan perut saya yang kurang enak dan perut saya belum "diisi" dari sore harinya. Kurang "jackpot" apalagi itu?
Saya pun mencoba untuk tidur sebentar, demi menghilangkan rasa mual dan pusing yang cukup parah. Kemudian.... Saya mendengar suara teman saya berkata, "Wi, bangun! Kita udah nyampe di pantainya nih."
Saya terbangun dan dalam keadaan mata terbuka setengah. Saya sudah melihat laut dari jauh dan rumah-rumah warga yang berada di dekat pantai. Pantai Santolo. Saya cukup terkesan, karena disaat itu, saya akhirnya berada di tempat yang sangat ingin saya kunjungi.
"Wah, akhirnya....".
Minggu, 20 Mei 2012, pukul 08.30 pagi
Mobil diparkir di dekat masjid dan dekat rumah-rumah warga yang menjadi penginapan untuk pengunjung pantai. Saya melihat ada beberapa warung makan, toko baju pantai, dan warung yang menjual ikan asin. Asli, saya ngiler banget ngeliatnya, hehehe. Ada juga tempat pelelangan ikan yang agak sepi karena hanya sedikit yang menjajakan ikannya saat itu. Teman-teman saya istirahat sejenak setelah capek duduk di dalam mobil selama 4 setengah jam perjalanan. Saya yang masih dalam keadaan pusing dan lemas membeli teh manis hangat yang bisa mengisi perut saya, walaupun hanya berupa cairan. Teman-teman saya ada yang mencari celana pendek, karena semuanya mengenakan celana jeans. Saya juga menyesal waktu itu tidak membawa celana cadangan, karena ujung-ujungnya celana saya.... (Eits, tunggu dulu. Baca terus sampai habis! hehehe)
Sayangnya, kondisi cuaca disana sedang tidak bersahabat. Awan menutupi langit rapat-rapat hingga matahari tidak tampak. Bahkan suasana pantai yang biasanya panas tidak bisa dirasakan saat itu karena mendung.
Teman-teman dan saya segera bergegas menyeberang menuju pantai. Berjalan sedikit ke ujung pemukiman, disana sudah "menyentuh" muara menuju laut. Kami menyeberang dengan sebuah perahu. Untuk menyeberang kami dikenakan biaya Rp 2.000,- saja, dan itu juga dengan penjemputan.
Setelah menyeberang, kami menyusuri jalan berpasir yang mengarahkan kami ke pantai. Tetapi, kami sempat dimintai dana retribusi sebesar Rp 2.000,- juga per orang sebelum masuk ke pulau lalu diberi secarik lembaran tiket masuk. Tak lama kemudian, inilah yang saya saksikan setibanya disana:
Saya langsung menaruh tas dan melepas sepatu di pondokan dekat pantai, lalu saya bergegas mendekati air laut yang terlihat bening itu; berhubung pasirnya juga warnanya sangat "cantik". Saya benar-benar tidak menyangka, akhirnya saya bisa berada disana juga. Tetapi ada yang membuat saya bingung, kenapa Pantai Santolo banyak sekali karangnya? Setahu saya Pantai Santolo tidak seperti ini.
Ternyata, setelah ditanya ke seorang warga setempat yang juga berjualan makanan laut disana, itu adalah Pantai Cilautereun. Sebelumnya kami menyeberang itu menuju Pulau Santolo, bukan pantainya. Jadi kami berada di Pantai Cilautereun, bukan Santolo. Pantai Santolo justru berada di dekat tempat kami memarkir mobil; saya tidak sempat melihatnya sebelum menyeberang karena pantainya agak tertutup dengan pondok-pondok yang ada disana.
Ada banyak sekali karang di Pantai Cilautereun. Dinamakan cilautereun (yang saya dengar dari orang-orang) karena disana tidak ada ombak; terhalang oleh karang yang tersebar di dalam laut seputar Pantai Cilautereun. Airnya tenang sekali, dan benar-benar bersih. Pasirnya juga cukup halus dan warnanya krem muda. Saya berjalan-jalan dari ujung ke ujung, lalu sempat berjalan ke tengah laut. Untungnya saja dangkal sekali karena kaki saya berpijak pada karang yang tersebar disana.
Teman-teman saya; Marin, Ute, Mayanti, dan Awa sedang berada di pondokan dekat pinggir pantai. Saya menghampiri mereka karena mereka sedang memesan salah satu makanan laut khas sana; mata lembu. Bentuknya seperti cangkang siput, eh nyatanya itu sejenis kerang.
Bagaimana cara memakannya? Mata lembu di-keprak dahulu sampai bagian putihnya keluar. Kemudian, tarik isinya. Awalnya saya geli melihat bentuk isinya, sehingga saya mengurungkan niat saya untuk mencoba. Tetapi, teman-teman saya semakin lahap memakannya karena mereka bilang rasanya sangat enak. Saya yang penggemar makanan laut rasanya nggak afdol kalo nggak mencoba makanan yang satu ini. Saya pun mencoba dan..... saya nambah lagi. Rasanya nggak jauh beda dari kerang, tetapi teksturnya lebih kenyal dan menurut saya rasanya lebih enak daripada kerang biasa. Apalagi dicocol sambal kecap, wah.... bener-bener deh! Bahkan kami sampai memesan dua kali mata lembu saking enaknya, hehehe.
Setelah mata lembu, kami pun mencicipi cumi bakar. Awalnya mau memesan ikan bakar, tetapi berhubung ikan bakar yang ada besar sekali dan harganya semakin mahal per kilonya, kami memutuskan untuk menjajal cumi bakar.
Entah kenapa kalau makan makanan laut di dekat lautnya langsung itu rasanya beda. Terasa lebih nikmat. Cumi bakarnya langsung ludes oleh kami berlima, ditambah dua bungkus cilok yang dibeli oleh Marin.
Setelah asyik berkuliner ria, kami pun bermain-main di pantai. Berhubung kelompok Ute, Marin, dan Mayanti mengadakan liputan, mereka harus memfoto Pantai terlebih dahulu dan mencari spot yang bagus untuk dimasukkan dalam laporan liputan mereka. Saya sih tinggal keliling dan foto suasana disana saja, hahaha.
Setelah semuanya beres, kami semua memutuskan untuk pindah tempat. Disebelah kiri Pantai Cilautereun, ada juga pantai yang namanya Pantai Sayang Heulang. Dari kejauhan, tampaknya pantainya juga tidak kalah menarik. Kami berlima mencoba berjalan menuju kesana melalui.... tengah laut! Ya, berhubung Pantai Cilautereun dan Pantai Sayang Heulang bersebelahan, tentunya jaraknya ... yaah lumayan dekat lah. Kemudian, dibawah laut juga terhampar karang dan rumput laut (bukan algae-nya ya), jadi dengan modal nekat kami menyelusuri berbagai karang menuju Pantai Sayang Heulang; berbasah-basahan di tengah laut. Apalagi saya yang waktu itu hanya menggulung celana, tapi ujung-ujungnya basah juga.
Saya mengambil foto diatas dari tengah laut, diatas karang tentunya. Awalnya saya nyeker bersama Ute, Marin, dan Mayanti. Tetapi, semakin ke tengah, karangnya semakin tajam. Ute, Marin, dan Mayanti mengenakan sendal mereka. Saya tadinya masih mencoba nyeker, tetapi lama-lama makin sakit dan saya pun terpaksa mengenakan sepatu saya. Yah nggak apa-apa deh basah, yang penting kaki saya bisa terlindungi. Kami terus menyelusuri karang-karang dan menghindari bagian laut yang cukup dalam. Nyaris menyentuh bagian terluar (setelah itu sudah mulai ada ombak), kami melihat beberapa patahan yang terbentuk karena fenomena alam yang pernah terjadi disana. Wah, saya cukup terkesan melihatnya karena jarang sekali saya melihat hal seperti itu, ditengah laut pula.
Disaat sedang menikmati pemandangan dari tengah laut, tiba-tiba gerimis. Wah, saya dan teman-teman saya langsung melanjutkan perjalanan menuju Pantai Sayang Heulang. Terus menyelusuri karang-karang, hingga akhirnya semakin dekat dengan Pantai Sayang Heulang.
Akhirnya, setelah menyelusuri banyak sekali karang, saya bersama teman-teman tiba di Pantai Sayang Heulang!
Foto yang diatas ini ibaratnya masih diujungnya Pantai Sayang Heulang, belum yang sesungguhnya. Tetapi sayang sekali, ketika saya berada di Pantai Sayang Heulang, saya tidak sempat mengambil foto karena hujannya menjadi agak lebat. Saya dan teman-teman berjalan hingga ke ujung Pantai Sayang Heulang.
Kalau melihat foto diatas, saya dan teman-teman berjalan dari titik saya mengambil foto sampai ke ujung pantai yang saya lingkari. Can you imagine how far it is? Hehehe. Tetapi dari titik itu kami sudah berjalan menuju pinggir pantai dan melanjutkan perjalanan di darat (re: di pasir).
Setibanya diujung, kami masih keasyikan melihat suasana diujung laut; melihat deburan ombak yang semakin keras dan besar, serta karang-karang yang tersebar luas disana. Kami pun berteduh di sebuah pondokan kecil, lalu berpindah ke seberangnya (ada semacam pondok penginapan dan warung) untuk membeli es kelapa muda.
Memang ya kalau ke pantai belum afdol juga kalau belum minum es kelapa muda. Daging dalam kelapanya benar-benar lembut dan segar banget ketika meminum airnya. Meskipun hujan, kami tetap menikmati suasana disana sambil minum es kelapa muda sambil beristirahat...
Setelah cukup istirahat dan puas minum es kelapa muda, kami memutuskan untuk kembali ke tempat asal; Pantai Santolo. Kami berjalan kaki menyelusuri pondok-pondok yang menyediakan tempat menginap untuk pengunjung pantai. Tidak hanya itu, ada juga warung makan yang bertuliskan "Sedia ikan bakar, cumi bakar, mata lembu". Ada banyak sekali disana. Setibanya di muara, kami ternyata harus menyeberang lagi.
Di sana licin sekali, ditambah hujan yang sedang turun. Harus hati-hati ketika akan naik perahu rakit untuk menyeberang. Apalagi ketika sudah sampai di seberang, disana ada lumpur berwarna gelap (tanah yang sangat khas di muara) dan benar-benar licin. Saya sampai membuka sepatu dan nekat menginjak lumpur itu. Dari ujung jari kaki sampai setengah betis saya langsung "terpoles" lumpur berwarna abu-abu tua.
Kami berjalan terus sampai kembali ke tempat semula. Disana Ute dan Marin beristirahat lalu mengganti pakaian. Saya, Mayanti, dan Awa mencoba ke Pantai Santolo (tujuan utama saya yang sebenarnya), karena hanya saya yang belum kesana. Ketika memesan teh manis hangat sebelum menyeberang, saya tiduran dahulu di warung makan tersebut (kebetulan menyediakan tempat lesehan).
Inilah pantai yang merupakan tujuan utama saya. Pantai Santolo. Pasirnya sangat lembut, ombaknya cukup besar, tetapi sangat seru bila bermain disana. Seperti diawal, saya benar-benar tidak menyangka akhirnya bisa menginjakkan kaki di pantai ini. Sudah lama saya ingin mengunjungi dan bisa tercapai saat itu.
Sebuah pengalaman yang sangat seru dan unik. Unik karena mengalami banyak hal yang diluar dugaan dan tentu saja, beda dari yang pernah saya alami. Meskipun perjalanan menuju Pantai Santolo sangat berkelok (butuh perjuangan bagi orang seperti saya yang mudah "mabuk" di jalan karena jalanan yang berkelok) dan memakan waktu yang cukup lama, semua itu langsung terbayar dengan keindahan yang saya temui disana. Segala yang saya lihat, saya dapat, dan saya alami sangat mengesankan.
Saya tidak sabar untuk bisa menjelajahi tempat lainnya dan menemukan hal baru dan unik disana. Sudah saatnya saya mulai berkelana melihat sisi lain dari negara yang saya tinggali, disamping hanya berada di daerah saya tinggal dan menempuh pendidikan. Selama saya memiliki kesempatan itu, kenapa tidak dimanfaatkan dengan baik?
Minggu, 20 Mei 2012 pukul 15.30
Akhirnya kami bersiap untuk pulang ke Jatinangor; kembali ke realitas hidup kami sebagai mahasiswa. Bagi saya, liburan sejenak yang satu ini benar-benar bisa membantu saya me-refresh pikiran.
Selama perjalanan pulang, saya langsung tidur. Saya menghindari melihat dan merasakan jalanan yang berkelok supaya tidak mendapat "jackpot" lagi. Hitung-hitung mencegah hal buruk, hehehe. Kami pun tiba di Jatinangor pukul setengah delapan malam. Badan rasanya capek, lelah. Tetapi, mengingat apa yang sudah saya alami sebelumnya di tiga pantai tersebut, capek dan lelah itu... nothing!
0 comments