“Do the best and let God do the rest.” – Ben Carson.
Banyak banget hal-hal yang terjadi dalam hidup kita. Kita juga nggak bisa prediksi secara akurat apakah hal itu nantinya baik atau buruk untuk diri kita. Tapi, saya yakin, everything happens for some reasons.
Saya ingin menceritakan satu masa penting di dalam hidup saya, yang baru saja terjadi. One of my dreams was coming true.
Saya punya cita-cita bisa pergi ke luar negeri, ke mana saja. Saya selalu penasaran tentang semua hal yang ada di luar sana. Pastinya ada beberapa hal yang nggak ada di Indonesia maupun di sana. Saya selalu takjub kalau melihat para peraih PPIA-VOA broadcasting fellowship yang bisa jadi jurnalis VOA Indonesia selama 6-12 bulan di Washington D.C., Amerika Serikat. Saya juga selalu ingin merasakan hal yang sama ketika melihat teman atau orang lain yang bisa ikut program pertukaran pelajar ke luar negeri. Bukan karena bisa jalan-jalan di luar negerinya, tapi karena pengalamannya yang benar-benar priceless. Nggak ada salahnya kalau kita bisa mengembangkan diri nggak hanya di dalam negeri, ‘kan?
Menurut saya, bermimpi harus dibarengi dengan usaha. What I have to do is never stop learning. Belajar dari mana saja untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman saya. Usahanya ada, wujud mimpi nyatanya juga bisa on the way ke diri kita. Itupun bisa terjadi dalam jangka waktu cepat atau lama, karena kita nggak bisa prediksi.
Then, miracle happened. I’m sure God has planned something good for each of us, which has its own purpose for ourselves. Kapan itu terjadinya juga hanya Tuhan yang tahu.
Sekitar awal September, saya diberi tahu oleh salah satu teman kalau dosen saya meminta e-mail saya. Lalu pada tanggal 18 September, saya diminta untuk mengisi form program JENESYS 2.0 Batch 4: Mass Media & Broadcasting. Program itu berlangsung di Jepang.
Saya baca surat undangannya dan keterangan lebih lanjut tentang program itu, juga form-nya. Saya sedikit shock dan panik saat diberi kabar bahwa form itu harus dikirim hari itu juga kepada dosen saya. Well, kalau mau berangkat, saya harus bisa mengirimkan form-nya di hari yang sama. Saya kelabakan, belum punya pas foto baru dan paspor. Paspor sudah jadi syarat wajib untuk ikut program itu karena perlu mengurus visa kalau terpilih nantinya. Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung bergegas foto dan mulai mengurus semua persyaratannya.
Isi form lancar, tinggal paspornya. Saya harus bolak-balik Jatinangor-Bandung-Jatinangor supaya bisa melengkapi persyaratan paspor dan berkas peserta JENESYS. Saya bersyukur bisa merasakan kemudahan dalam mengurus paspor. Paspor saya jadi dalam tiga hari. Tapi, paspor dan berkas saya terpaksa dikirim secara terpisah karena berkas harus diserahkan di Bandung tanggal 22 September, sedangkan paspor saya baru jadi esok harinya. Setelah paspor saya jadi, paspor milik saya dan satu teman saya akhirnya dikirim lewat jasa pengiriman. Saya cuma bisa berdoa semoga paspornya bisa sampai tepat waktu. Senin nanti, visa sudah mulai diurus.
Saat itu saya masih belum punya kepastian kalau saya bisa berangkat atau tidak. Saya hanya memberi tahu soal program ini ke orang tua dan teman terdekat saya. Setelah semuanya disiapkan serba dadakan, saya harus menunggu kepastian tepilihnya saya satu minggu sebelum keberangkatan.
Di hari ulang tanggal kelahiran saya, 1 Oktober, saya justru mendapat kabar kurang baik terkait JENESYS. Form saya ternyata agak bermasalah di satu bagian, lebih tepatnya di bagian kesehatan. Saya sebenarnya hanya salah isi, tapi untungnya masalah itu bisa selesai di hari yang sama. Was-was? Saya khawatir luar biasa, takut gara-gara salah isi saya ditolak untuk ikut programnya.
Besoknya, saya dapat kabar baru. Saya dan kedelapan teman saya mendapat e-mail surat undangan untuk ikut briefing peserta JENESYS di Kemeninfo. Saya masih setengah nggak percaya, resmi kah saya jadi peserta JENESYS? Sudah terpilihkah saya?
Ternyata, briefing diadakan besoknya, tanggal 3 Oktober. Sempat berdiskusi dengan teman-teman saya, saya bilang bahwa saya akan datang. Saya ingin tahu apakah benar saya memang jadi peserta, jadi saya bertekad untuk datang ke briefing. Berhubung briefing di hari Jumat dan keberangkatan Senin, saya langsung packing baju dan barang yang harus dibawa nanti, karena di hari sebelumnya saya menerima buku panduan peserta. Kamis malam saya langsung meninggalkan Jatinangor dan bersiap untuk ikut briefing di Jakarta, di hari berikutnya.
Jumat, 3 Oktober. Saya sudah dapat kepastian kalau saya jadi peserta JENESYS. Tapi saya masih di antara percaya dan nggak percaya. Masih ada Sabtu dan Minggu yang bisa jadi mengubah itu semua. Saya hanya bisa berdoa, semoga di hari Senin apa yang sudah ditetapkan menjadi kenyataan. Di dua hari menuju keberangkatan, saya ngebut mengerjakan tugas-tugas untuk minggu depan.
Tibalah hari Senin, 6 Oktober.
Setelah sholat Dzuhur, saya bersama bapak dan ibu berangkat menuju Bandara Soekarno-Hatta. Lagi-lagi saya masih nggak percaya; ini betul saya berangkat ke Jepang? Sementara itu, kedelapan teman saya yang berasal dari Fikom Unpad sudah berada di lokasi. Saya akhirnya berjumpa dengan mereka dan menunggu untuk berkumpul bersama peserta lainnya pukul empat sore.
Pukul empat, seluruh peserta JENESYS berkumpul untuk mendapat arahan sebelum berangkat. Keberangkatan kami semua makin pasti setelah pihak agen travel menyerahkan berkas penting yang harus dibawa ke Jepang; visa dan paspor.
Yep, it was official. Saya dan 94 orang lainnya berangkat ke Jepang!!!
Ketika paspor sudah berada di tangan saya, saya benar-benar takjub.
It was real, I went to Japan. I would go abroad. One of my dreams comes true.
Dream plus effort equals miracle. It did happen. I can't stop thanking God for this amazing gift.
Bersama teman-teman dari Fikom Unpad yang juga jadi peserta JENESYS 2.0 Mass Media & Broadcasting Batch 4. Kiri-kanan: Imam, saya, Bunga, Melly, Putri, Keynee, Stefanno, Alif, dan Vanya. |